Kamis, 31 Maret 2011

Awang-awang


Jika kau merasa besar, periksa hatimu
Mungkin ia sedang bengkak
Jika kau merasa suci, periksa jiwamu
Mungkin itu putihnya nanah dari luka nurani
Jika kau merasa tinggi, periksa batinmu
Mungkin ia sedang melayang kehilangan pijakan
Jika kau merasa wangi, periksa ikhlasmu
Mungkin itu asap dari amal shalihmu yang hangus dibakar riya’





Persaudaraan adalah mu’jizat, wadah yang saling berikatan
Dengannya Allah persatukan hati-hati berserakan
Saling bersaudara, saling merendah lagi memahami,
Saling mencintai, dan saling berlembut hati

(-Sayyid Quthb-)
Buku Dalam Dekapan UKhwah

Segalanya adalah cermin


Semua orang yang ada dalam hidup kita
Masing-masingnya, bahkan yang paling menyakiti kita
Diminta untuk ada di sana          
Agar cahaya kita dapat menerangi jalan mereka


(Salim A Fillah)

Tanah Gersang


Dalam hubungan-hubungan yang kita jalin di kehidupan,
Setiap orang adalah guru bagi kita.

Ya, setiap orang. Siapapun mereka. Yang baik, juga yang jahat.
Betapapun yang mereka berikan kepada kita selama ini hanyalah luka, rasa sakit, kepedihan, dan aniyaya,
Mereka tetaplah guru-guru kita. Bukan karena mereka orang-orang yang bijaksana.
Melainkan karena kitalah yang sedang belajar untuk menjadi bijaksana.

Mereka mungkin tanah gersang. Dan kitalah murid yang belajar untuk menjadi bijaksana. Kita belajar untuk menjadi embun pada paginya, awan teduh bagi siangnya, dan rembulan yang menghias malamnya.

Tetapi barangkali, kita justru adalah tanah yang paling gersang. Lebih gersang daripada sawah yang kerontang. Lebih cengkar dari lahan kering kemarau yang panjang. Lebih tandus dari padang rumput yang terbakar dan hangus. Maka bagi kit sang tanah gersang, selalu ada kesempatan menjadi murid yang bijaksana.

Seperti matahari yang tak hendak dekat-dekat bumi karena khawatir nyalanya bisa memusnahkan kehidupan. Seperti gunung api yang lahar panasnya tidak menjelma lahan subur, sejuk menghijau berwujud hutan.

Dan seperti batu cadas yangmemberikesempatan lumut untuk tumbuh di permukaannya. Dia izinkan sang lumut menghancurkan tubuhnya, melembutkan kekerasannya. Demi terciptanya butir-butir tanah. Semi tersedianya unsur hara agar pepohonan berbuah.

(Salim A Fillah)

Kita, Prasangka, Mereka


Kita hidup di tengah-tengah khalayak
Yang selalu berbaik sangka.....

Alangkah berbahayanya
Terlalu percaya pada baik sangka mereka
Membuat kita tak lagi jujur pada diri
Atau menginsyafi, bahwa kita tak seindah prasangka itu

Tetapi keinsyafan membuatkita berpikir
Bersediakah mereka tetap jadi saudara
Saat tahu siapa kita sebenarnya
Kadang terasa, bersediakah dia tetap menjadi sahabat
Saat tahu hati kita tak tulus, penuh noda dan karat
Dan.... Bersediakah dia tetap mendampingi kita dalam dekapan ukhwah
Ketika tahu bahwa iman kita berlubang-lubang

Inilah bedanya kita dengan Sang Nabi
Dia dipercaya, karena dikenal
Sebagai Al-Amin, orang yang terpercaya
Sementara kita dipercaya, justru karena
Mereka semua tidak mengenal kita

Yang ada hanya baik sangka....
Maka mari kita hargai dan jaga semua baik sangka itu
Dengan berbuat sebaik-baiknya
Atau sekurangnya dengan doa yang diajarkan Abu Bakar
Lelaki yang penuh baik sangka terhadap diri dan sesamanya

“Ya Allah, jadikan aku lebih baik daripada semua yang mereka sangka
Dan ampuni aku atas aib-aib yang tak mereka tahu...”
Atau doa seorang tabi’in yang mulia :
“Ya Allah jadikan aku dalam pandanganku sendiri
Sebagai seburuk-buruk makhluk
Dalam pandangan manusia sebagai yang tengah-tengah
Dan dalam pandangan-MU sebagai yang paling mulia”


Yang kita tahu,
Mulia atu hinanya seseorang tak pernah ditentukan oleh kata-kata dan perbuatan orang lain.
Mulia atau hinanya seseorang ditentukan oleh kalimat yang termuntahkan oleh lisannya sendiri dan perilaku yang bisa dilihat sesama.

Salim A Fillah – Dalam Dekapan Ukhwah